PSIKOLOGI
KONSUMEN
A.
A. Pengertian Psikologi Konsumen
Bidang studi ini ini berkenaan
dengan hubungan antara penciptaan suatu produk dan peluang penggunaannya oleh
individu dengan proses-proses mental (psikologis). Isi pokok bidang studi ini
meliputi pemahaman tentang :
a. Proses
psikologi dalam diri konsumen sebagai individu maupun kelompok,
b.Aspek-aspek
psikologi yang dipertimbangkan dalam strategi pemasaran/distribusi produk,
c. Riset
pemasaran dalam konteks psikologi.
Psikologi
konsumen merupakan bagian dalam bidang psikologi industri dan organisasi yang
sinergi dengan bidang ekonomi dan akan membantu pemahaman dalam penilaian
keinginan-kebutuhan konsumen serta situasi pasar. Psikologi konsumen berakar
pada psikologi periklanan dan penjualan. Pada psikologi konsumen tercakup
penelitian tentang konsumen sebagai pembeli dan konsumen sebagai konsumen,
konsumen sebagai warga negara, serta sebagai sumber data dari pengetahuan
perilaku dasar. Masing-masing metode yang digunakan dalam psikologi konsumen
memiliki keluasan perbedaan dalam hal disain eksperimentalnya, subjek yang
diteliti, prosedur pengumpulan data, dan instrumen instrumennya.
Psikologi konsumen berakar dari psikologi periklanan dan penjualan. Inti dari berjualan adalah membujuk dan meyakinkan orang lain untuk menerima dan melakukan hal-hal yang disampaikan oleh penjual. Iklan mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi informasi dan fungsi persuasif. Tingkat efektivitas iklan ditentukan oleh:
Psikologi konsumen berakar dari psikologi periklanan dan penjualan. Inti dari berjualan adalah membujuk dan meyakinkan orang lain untuk menerima dan melakukan hal-hal yang disampaikan oleh penjual. Iklan mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi informasi dan fungsi persuasif. Tingkat efektivitas iklan ditentukan oleh:
1) daya
penarik perhatian;
2) interes
dan sikap calon konsumen;
3) nilai
sugesti dari iklan;
4) motivasi calon konsumen.
B. Perilaku Konsumen
Katona (1980) memandang perilaku
konsumen sebagai cabang ilmu dari perilaku ekonomika (behavioral economics).
Perilaku ekonomika merupakan ilmu yang selain mengkaji perilaku konsumen, juga
perilaku menabung , perilaku berusaha, atau perilaku berwirausaha, penghasilan
yang didapat, perilaku ekonomi dalam sistem pemasaran yang berbeda-beda,
perilaku ekonomi politik, proses kerja dan perilaku keorganisasian.
Dalam perkembangan psikologi
konsumen, terjadi kecenderungan perubahan focus yang sangat mencolok, yaitu
yang semula pandangannya dipusatkan kepada konsumen sebagai pembeli saja
fokusnya menjadi konsumen sebagai konsumen, dalam arti yang lebih luas daripada
pembeli (Jacoby dalam Munandar 2001)
Perilaku konsumen adalah proses yang
dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu
tahap sebelum pembelian, pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum
pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan
jasa. Pada tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan pada
tahap setelah pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk),
evaluasi kinerja produk, dan akhirnya membuang produk setelah digunakan.
Konsumen dapat merupakan seorang
individu ataupun organisasi, mereka memiliki peran yang berbeda dalam perilaku
konsumsi, mereka mungkin berperan sebagai initiator, influencer, buyer, payer
atau user.
1. Perilaku
Konsumen sebagai Sebuah Studi
yaitu
lebih spesifik lagi bidang pemasaran. Studi tentang perilaku konsumen merupakan
integrasi antara berbagai bidang ilmu, yaitu ekonomi, sosiologi, antropologi,
dan psikologi. Seiring dengan perkembangan zaman, studi perilaku konsumen ini
juga makin berkembang.
Studi
perilaku konsumen muncul seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang
merupakan cara pandang pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, di
mana pemasar berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih
efektif dari para pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan.
Sehingga ilmu perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan
dan keinginan konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun
dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik
konsumen yang menjadi target pasar.
2. Perilaku Konsumen dan Strategi
Perilaku konsumen terkait dengan
strategi pemasaran, di mana pemasaran harus mampu menyusun kriteria pembentukan
segmen konsumen, kemudian melakukan pengelompokan dan menyusun profil dari
konsumen tersebut. Kemudian, pemasar memilih salah satu segmen untuk dijadikan
pasar sasaran. Dan setelah itu, pemasar menyusun dan mengimplementasikan
strategi bauran pemasaran yang tepat untuk segmen tersebut.
Studi tentang perilaku konsumen juga
tidak terlepas pada masalah riset pemasaran. Riset pemasaran adalah salah satu
perangkat dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM), yang melakukan pengumpulan
informasi tentang sikap, motivasi, keinginan, dan hal-hal lainnya tentang
konsumen. Informasi ini digunakan sebagai dasar bagi pembentukan karakteristik
dari segmen konsumen sehingga konsumen dapat dikelompokkan dan
diidentifikasikan, dan dapat dibedakan dari segmen lainnya.
3. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan pola hidup yang
menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi
dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana
seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh
karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring
dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus
kehidupan.
Konsep gaya hidup konsumen sedikit
berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup,
bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka.
Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan
karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.
Gaya hidup yang diinginkan oleh
seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan
selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu
tersebut.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi
gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur
hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan
demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di
perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya
orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin
banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah
banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.
Menurut Katona (Munandar 2001) ada
lima perangkat ubahan (variabel) yang menentukan dan mempengaruhi perilaku
konsumen, yaitu :
1. Kondisi-kondisi yang memungkinkan
(enabling conditions) yang menetapkan batas-batas kemampuannya sebagai
konsumen, misalnya penghasilan, asetnya = diperolehnya kredit.
2. Keadaan-keadaan yang mempercepat
(precipitating circumstances)yang mempengatuhi perilaku ekonomi, seperti
peningkatan atau penurunan daya beli (dapat hadiah uang, atau tiba-tiba di
PHK), perubahan status keluarga (menikah)
3. Kebiasaan memainkan peran
penting. Misalnya dalam membeli makanan, sabun, rokok dan sebagainya
4. Kewajiban-kewajiban perjanjian (contractual
obligations) dari orang seperti (sewa, premium asuransi jiwa, pajak, bayar
cicilan untuk mobil ) mempengaruhi perilaku ekonomi.
5. Keadaan psikologikal konsumen.
C.
Konsumen, Konsumsi, Konsumtif dan Konsumerisme
1. Konsumen
Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Contoh konsumen : seorang ibu rumah tangga membeli sayuran dipasar,
kemudian memasaknya dan untuk dimakan bersama keluarganya.
2. Konsumsi
Konsumsi,
dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan secara langsung.
Contoh kegiatan konsumsi adalah seperti makan di warteg, ke
dokter kandungan, beli combro dan misro untuk dimakan sendiri atau berame-rame,
dsb.
3. Konsumtif
Kata
konsumtif diartikan sebagai pemakaian (pembelian) atau pengonsumsian
barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut
tuntutan kebutuhan yang dipentingkan (Barry, 1994). Ahli ekonomi menegaskan
bahwa perubahan permintaan individu terjadi, dikarenakan perubahan ceteris
paribus, seperti: gengsi (prestige). Jadi, kata konsumtif lebih menjurus pada perilaku
seseorang di dalam mengkonsumsikan suatu barang dan jasa-jasa tertentu tanpa
syarat kebutuhan dan fungsinya. Selain itu Konsumtif juga dapat diartikan
sebagai keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang
diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Konsumen
memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan
jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.
Budaya
konsumtivisme menimbulkan shopilimia.Dalam psikologi ini dikenal sebagai compulsive
buying disorder (penyakit kecanduan belanja). Penderitanya tidak menyadari
dirinya terjebak dalam kubangan metamorfosa antara keinginan dan kebutuhan. Ini
bisa menyerang siapa saja, perempuan atau laki-laki.
Susahnya,
kita terjebak dalam kehidupan konsumeristik yang dibawa pasar kapitalisme. Jadi
ritual itu dipaket begitu rupa oleh pasar kapitalisme menjadi lebih konsumtif
dan menjadi bagian dari budaya populer. Kehidupan kaum muslimin saat ini berada
di tengah arus kapitalisme.
a) Remaja Rentan terjebak dalam
gaya hidup konsumtif
Remaja
yang bergaya hidup konsumtif rela mengeluarkan duitnya hanya untuk jaga gengsi
dalam pergaulan. Baik itu masalah makanan dan minuman, pakaian, juga masalah
hiburan (Food, Fashion, and Fun). Hal ini merupakan perwujudan dari gharizah al
baqa (naluri mempertahankan diri). Setiap orang ingin dianggap eksis dalam
lingkungan pergaulannya.
Bagi
produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial.
Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia
remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka
ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen
untuk memasuki pasar remaja.
Saat
remaja sedang gandrung dengan gaya hidup mewah, para pengusaha yang tak
bertanggung jawab malah memberikan saluran untuk menampung gelegak nafsu
konsumtif remaja. Produk-produk makanan, minuman, pakaian, sampai hiburan
dikemas begitu rupa supaya remaja betah dan merasa nyaman dengan gaya hidup
konsumtif yang selalu identik dengan kemewahan tersebut.
b) Bahaya gaya hidup konsumtif
Gaya hidup
konsumtif lebih mementingkan prestise, sehingga para pecandu gaya hidup
konsumtif yang sudah parah tidak lagi peduli dengan halal atau haram dari
produk yang dikonsumsinya. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam
gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi
orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus
didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi
apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara
yang tidak halal. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan
cara instan seperti korupsi.
Prioritas
infaq berubah, sehingga banyak diantara kita yang berani mengeluarkan uang
untuk membeli produk bermerek yang mahal harganya, karena kita sekaligus beli
prestis. Tapi mereka merasa berat untuk menyumbang kegiatan ke-Islaman. Pada
akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga
dampak psikologis, sosial bahkan akhlaq.
c) Tips-tips Menghindari Gaya Hidup Konsumtif
Setiap keluarga harus membuat perencanaan keuangan bulanan
secara baik, dengan melakukan skala prioritas terhadap kebutuhan pokok, seperti
pangan, sandang, papan, listrik/air, pendidikan, silaturrahmi dan shodaqoh.
Besarnya perencanaan pengeluaran tersebut harus disesuaikan dengan pendapatan.
Selanjutnya, jika berbelanja harus
disesuaikan dengan perencanaan tersebut. Dalam berbelanja kita harus dapat
membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Jika ada kelebihan, gunakan untuk
keperluan yang waktunya masih lama.
Contoh konsumtif : Seorang remaja berganti-ganti model
handphone setiap 3 bulan sekali, karena dia ingin disebut uptodat oleh
teman-temannya
4. Konsumerisme
Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau
menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan
berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan
tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang
ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia
dalam kehidupannya.
Contoh perilaku konsumerisme : seseorang
yang tidak pernah puas dengan kebutuhannya (handphone) setiap ada keluaran
terbaru pasti ingin memilikinya.
Thank's Infonya Bray .. !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id